Perkembangan sains serta kebutuhan informasi yang cepat dan terkini merupakan salah satu urgensi dalam pembuatan policy brief. Sains dan kebijakan juga merupakan hal yang penting untuk dilakukan interfacing, mengingat para peneliti dan pengambil kebijakan memiliki perbedaan bahasa dalam memahami suatu masalah. Sebagai institusi pendidikan tinggi, IPB perlu mengkomunikasikan hasil-hasil risetnya ke para pengambil kebijakan secara khusus dalam bentuk “policy brief” atau paper kebijakan. Menyikapi hal tersebut, Direktorat Kajian Strategis dan Reputasi Akademik IPB University menyelenggarakan kegiatan “Pelatihan Penulisan Policy Brief” (06/12/23) dalam rangka memacu peningkatan kemampuan civitas IPB dalam melakukan penulisan policy brief dan mendorong agar hasil-hasil penelitian dapat memberikan input bagi pembuatan kebijakan atau pengambilan keputusan.

Dalam sambutannya, Prof. Ernan Rustiadi selaku Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Pengembangan Agromaritim IPB University menyampaikan bahwa policy brief dari IPB sangat ditunggu. Hal tersebut disebabkan karena IPB memiliki ranah studi yang strategis seperti pangan dan lingkungan sehingga diperlukan rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang didasarkan hasil riset. Prof. Anuraga Jayanegara sebagai Direktur Kajian Strategis dan Reputasi Akademik menambahkan bahwa DKSRA IPB menyediakan wadah untuk mempublikasikan policy brief untuk civitas IPB yang sudah terindeks Google Scholar, yaitu Policy Brief Pertanian, Kelautan, Biosains Tropika.

Pelatihan Penulisan Policy Brief ini menghadirkan tiga orang narasumber, yaitu Prof. D. S Priyarsono (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University), Victoria Fanggidae, Ph.D (Deputi Direktur Prakarsa), dan Dr. Alfian Helmi (Asisten DIrektur Bidang Kajian Strategis,  DKSRA IPB University).

Prof. Priyarsono memaparkan materi dengan tema “Menyusun argumentasi dan menerjemahkan riset menjadi rekomendasi kebijakan”. Dalam pemaparannya, Prof. Priyarsono menjelaskan bahwa policy brief adalah ringkasan pendek yg berisi solusi dan rekomendasi dari suatu masalah sehingga formatnya tentu berbeda dengan artikel ilmiah lainnya. “Penyusunan argumentasi dalam policy brief juga harus memperhatikan segi benefit-cost analysis.” ujar beliau. Benefit-cost analysis ini akan digunakan untuk melihat relevansi dan kesiapan policy maker terhadap rekomendasi kebijakan yang ada dalam policy brief

Benefit-cost analysis ini dapat dilakukan dengan beberapa pertanyaan seperti—Apakah keuntungan yang dihasilkan dari rekomendasi kebijakan in lebih besar dibandingkan biaya untuk merealisasikannya?; Apakah rekomendasi kebijakan ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan alternatif kebijakan lainnya?; serta Seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk merealisasikan rekomendasi kebijakan ini?” jelas Prof. Priyarsono.

Victoria Fanggidae melanjutkan sesi pelatihan dengan menjelaskan mengenai urgensi, tujuan dan posisi policy brief dalam siklus kebijakan. “Sebagai penulis policy brief, langkah awal yang harus kita lakukan adalah setting agenda atau identifikasi masalah. Pada tahap ini, kita harus mengemukakan alasan dari isu atau masalah yang kita pilih tersebut penting untuk mendapat perhatian dan tindakan dari para policy maker.” kata Victoria. Beliau juga menjelaskan mengenai siklus kebijakan yang dimulai dari identifikasi masalah, formulasi kebijakan (rekomendasi kebijakan yang bisa dikembangkan), seleksi kebijakan (memilih rekomendasi kebijakan yang paling memungkinkan), implementasi kebijakan, dan evaluasi. 

 

Pada sesi terakhir, Dr. Alfian Helmi mengajak seluruh peserta untuk praktik langsung  menyusun policy brief. Kertas panduan penyusunan policy brief dibagikan ke masing-masing peserta dan beliau memandu mulai dari cara memilih judul, menyusun isu kunci, menyusun pendahuluan, memaparkan hasil dan pembahasan, menyusun implikasi dan rekomendasi, hingga tips untuk menulis dan mereview. 

“Dalam menyusun rekomendasi kebijakan, kita bisa menggunakan metode APEL+. APEL+ adalah Audience, Purpose, Explanatory Statement, Lead-in Sentence, dan Clarity and Precision.” kata Helmi. Untuk audience, rekomendasi kebijakan perlu spesifik menyasar pada pembuat kebijakan tertentu sehingga jelas siapa yang bertanggung jawab untuk memastikan rekomendasi tersebut diterapkan. Untuk purpose, rekomendasi kebijakan harus terhubung secara eksplisit dengan disertai deskripsi bukti, serta praktikal, hemat biaya, mudah diterima, dan terukur. Lalu, rekomendasi kebijakan harus fokus pada paparan singkat siapa yang harus melakukan apa dan mengapa. Yang terakhir clarity and precision, rekomendasi kebijakan harus ditulis secara jelas dan rinci untuk menghindari salah penafsiran dari pembaca. 

Setelah pemaparan materi dari tiap narasumber selesai dibuka sesi pertanyaan agar peserta pelatihan dapat terlibat aktif dalam kegiatan. Pelatihan Penulisan Policy Brief kali ini dihadiri oleh 150 peserta yang terdiri dari dosen, peneliti, dan mahasiswa dan dilaksanakan di Auditorium AHN, Kampus IPB Dramaga.

Komentar anda

Close Menu